Dear HC Practitioner dan Profesional Leader,
Seperti yang Anda tahu, membangun SDM di perusahaan nggak bisa berhasil dalam semalam. Tentunya, perlu ada proses yang bertahap dan berkelanjutan, termasuk dalam hal upskilling sumber daya manusia di dalamnya.
Tapi mungkin yang jadi pertanyaan, gimana biar proses pembelajaran karyawan sejalan dengan goals perusahaan? dan jawabannya, Anda perlu punya kamus kompetensi.
Sebelumnya, Anda sudah familiar dengan core competency, yang berhubungan dengan nilai dan budaya perusahaan. Tapi ternyata, itu saja belum cukup. Perusahaan juga perlu dasar untuk mengukur dan menstandarisasi softskill yang harus dimiliki oleh setiap karyawan sehingga sistem kerja bisa berjalan efektif. Itulah kenapa, generic competency punya peran yang penting.Â
Case yang terjadi saat sesi coaching dengan salah satu klien kami, mereka menyebutkan bahwa rata-rata isu yang terjadi berkaitan dengan komunikasi. Bahkan mereka mengatakan,Â
Kalau ada training komunikasi di WhatsApp group, kita mau, Bu.
Menurut saya, ini menarik. Kelihatannya bukan hal teknis yang kompleks, setiap individu mungkin bisa berkomunikasi melalui chat karena sudah jadi rutinitas keseharian. Tapi setelah kami dalami, ternyata mereka belum punya modul kompetensi yang jelas. Nilai perusahaan sudah ada, tapi belum dibarengi dengan generic competency yang bisa jadi acuan evaluasi dan pengembangan.
Akhirnya, nggak ada indikator yang bisa bantu menilai apakah karyawan sudah berkomunikasi dengan baik atau belum. Masalahnya bisa jadi bukan karena mereka nggak kompeten, tapi karena belum jelas standar perilaku seperti apa yang diharapkan.
Sebelum Terlalu Jauh, Anda Perlu Punya Pemahaman Tentang Generic Cometency
Sederhananya, keterampilan ini sama halnya dengan softskill yang wajib dimiliki oleh semua individu di perusahaan, nggak peduli apapun jabatannya. Beda dengan Core Competency (yang mengacu ke budaya dan nilai perusahaan), atau Spesific Competency (yang berkaitan dengan peran/posisi tertentu).
Biasanya, generic competency berkaitan dengan kemampuan dasar yang mendukung semua pekerjaan, seperti komunikasi efektif, kolaborasi, pemecahan masalah, manajemen waktu, dan sikap profesional. Tentunya sebagai HC Practitioner, 3 hal ini bisa Anda lakukan untuk mengoptimalkan generic competency dalam pengembangan SDM:
- Menentukan Generic Competency yang Dibutuhkan
Anda perlu menentukan soft skill yang krusial untuk dimiliki oleh perusahaan. Langkahnya, bisa dengan breakdown isu yang sering terjadi di lapangan, riset keterampilan yang menjadi kebutuhan bisnis jangka panjang, atau Anda bisa mulai dengan observasi keterampilan yang menunjang produktivitas.
Tapi penting untuk dipahami, generic competency nggak bisa disusun asal-asalan, perlu disesuaikan dengan setiap level jabatan (staff, supervisor, manager) supaya pengembangannya juga tepat sasaran. Misalnya generic competency di area keterampilan komunikasi, pastinya masing-masing level punya fokus yang berbeda,
- Staff: mampu menyampaikan informasi dengan jelas ke customer atau rekan kerja .
- Supervisor: mampu menjadi jembatan komunikasi antara tim dan manajemen.
- Manager: mampu menyampaikan visi dan strategi perusahaan ke business partner.
Kalau sudah seperti ini, Anda jadi punya acuan yang jelas untuk evaluasi dan pengembangan. Misalnya, ketika ada masalah komunikasi, Anda bisa analisa: “kira-kira level mana yang perlu dibantu upskilling?”Â
- Melakukan Observasi Berbasis Perilaku
Saat Anda sudah punya poin softskill yang menjadi area pengembangan, sebenarnya Anda sudah satu langkah di depan. Dari indikator yang ada, Anda bisa melakukan observasi berbasis perilaku. Intinya, nggak cuma menilai karyawan berdasarkan hasil kerja atau kuantitatif, tapi juga melihat cara mereka bekerja dari sisi perilaku dan sikap.Â
Pastinya ini penting karena softskill seperti komunikasi, empati, kolaborasi, dan leadership sifatnya nggak kasat mata, sehingga perlu dilihat dari bagaimana seseorang bertindak dalam situasi nyata. Misalnya untuk kemampuan berkomunikasi, pertanyaan reflektifnya bisa berupa:
- Apakah staf operasional menggunakan nada bicara yang positif saat melayani pelanggan?
- Apakah supervisor mampu mendengarkan keluhan tim dengan empati?
- Apakah manajer bisa menyampaikan arahan atau pesan strategis secara jelas dan terstruktur?
Observasi ini bisa dilakukan langsung di lapangan, atau lewat diskusi bersama atasan. Dari sini Anda bisa tahu area mana yang perlu dibenahi, dan siapa yang butuh pengembangan lebih lanjut.
- Menyusun Matriks dan Materi Training
Kalau sudah tahu gap-nya, waktunya Anda susun training matrix. Matriks training bisa Anda mulai dengan mengidentifikasi:
- Kompetensi apa yang ingin dikembangkan (misalnya: komunikasi, empati, problem solving).
- Level jabatan mana yang perlu training (staff, supervisor, atau manajer).
- Jenis pelatihan seperti apa yang paling cocok (workshop, mentoring, online learning, atau on-the-job training).
- Rundown aktivitas dan kisi-kisi materi yang akan disampaikan.
- Penanggung jawab (PIC) pelaksanaan training.
- Metode pelatihan yang digunakan.
Dengan alur yang terstruktur seperti ini, bisa dipastikan pengembangan karyawan jadi lebih terarah dan sesuai kebutuhan nyata di lapangan.
Transformasi SDM Dimulai Dari Sini!
Sekarang Anda sudah tahu pentingnya menyusun kamus kompetensi, terutama mengidentifikasi generic competency. Karena pada intinya, pengembangan SDM bukan hanya memberikan pelatihan, tapi juga tentang membangun sistem pembelajaran yang terarah.
Tanpa indikator yang jelas, sulit mengenali skill yang benar-benar dibutuhkan tim di lapangan. Kalau Anda sedang mulai menata ulang strategi pengembangan SDM, ini saat yang tepat untuk mulai menyusun kamus kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Tapi kalau dalam prosesnya, Anda masih mengalami kesulitan dan butuh partner diskusi, Anda bisa terkoneksi dengan tim Sinergia. Yuk, jadwalkan sesi free konsultasi sekarang!