October 3, 2019

Perhatikan! Bagaimana Mengelola Konflik yang Terjadi Di Perusahaan

0  comments

Hai Human Capital Practitioner,

Sebagai Human Capital Practitioner, Anda tentu sering mendapatkan curhatan mengenai konflik-konflik yang ada di tempat kerja. Curhatan yang dialami terkadang bagi Anda masalahnya sederhana, namun bagaimana mengatasi adanya konflik yang terjadi diantara para karyawan dalam sebuah perusahaan memang jadi tantangan bagi banyak Human Capital Practitioner.

Berapa banyak karyawan yang curhat dengan Anda dalam 1 hari? Apabila intensitasnya tinggi maka, Anda harus memiliki teknik atau bahkan strategi untuk menangani keadaan tersebut. Coba Anda bayangkan apabila dalam 1 hari Anda menangani curhatan lebih dari 10 orang, pastinya hari – hari Anda akan di penuhi aktivitas untuk menangani curhatan

Sebuah pertanyaan yang mungkin Anda pikirkan juga, bagaimana cara menanganinya?

Anda selaku Human Capital Practitioner yang bergelut menangani urusan manusia di perusahaan, pasti menemui berbagai konflik tersebut hampir setiap hari. Mulai dari atasan yang komplain tentang kinerja anggota tim-nya, atau seorang karyawan yang bermasalah dengan karyawan yang lainnya, karyawan yang tidak optimal kinerjanya karena konflik personal, dan lain sebagainnya.

Lelah mendengarkan curhatan yang sama? Yuk cari tahu SOLUSINYA!

#1. Konflik “Penugasan dari Atasan”

Human Capital Practitioner, Anda pasti pernah didatangi oleh seorang pimpinan tim, entah seorang manajer, dept. head, supervisor departemen lain. Mereka menceritakan tentang si A, anggota tim-nya yang “nampaknya” bermasalah dan kurang produktif dalam menjalankan pekerjaannya. Bertemunya Anda dan dengan atasan tersebut maka terjadilah sebuah percakapan sebagai berikut :

Pemimpin Team (PT) :

Pak, saya mau komplain tentang si Adi (timnya). Kayaknya saya udah ga bisa pake dia, menjadi tim saya

Human Capital (HC) :

Oh, ada apa pak dengan Adi sehingga Anda tidak dapat memperkerjakannya lagi?

Pemimpin Team (PT) :

Masa, kemarin saya minta dia mengerjakan sebuah tugas, eh malah jawab seenaknya aja Kayak dia udah ga butuh kerjaan aja. Padahal sebelumnya saya juga sudah menjelaskan bagaimana cara mengerjakan tugas tersebut.

Human Capital (HC) :

Wah begitu ya? Tugas apa yang Anda minta untuk dikerjakan oleh Adi?

Pemimpin Team (PT) :

Budi kan kemaren ga masuk, nah ada kerjaan Budi yang harus segera selesai. Akhirnya saya minta Adi yang menyelesaikannya. Saya minta Adi melakukannya pekerjaan Budi karena pekerjaannya saya rasa mudah untuk dia kerjakan, dan bukannya Doni atau Eka saja yang melakukannya.

Human Capital (HC) :

Oh, artinya itu bukan job desc Adi?

Pemimpin Team (PT) :

Ya bukan sih sebenernya. Cuma sebagai tim, ‘kan kita harus kerjasama agar target kerja juga tercapai optimal. Saya juga lagi nyiapin dia biar kalau saya pensiun nanti, dia bisa gantiin.

Human Capital (HC) :

Rencana yang baik itu pak. Pernah diskusi sama Adi tentang rencana bapak ?

Pemimpin Team (PT) :

Ya belum pernah, ‘kan juga belum pasti dia yang bakal naik gantiin saya. Kayaknya sekarang belum perlulah dia tahu karena dari sisi kompetensi dia juga masih perlu banyak belajar untuk mencapainya

Apakah percakapan di atas adalah percakapan yang tidak asing bagi Anda? Tentu konflik seperti ini terkadang membuat para pemimpin menjadi bingung bagaimana mengelola hubungan kerja dengan anggotanya.

Dalam menangani kasus Adi, Anda dapat cek kembali Job Description (Jobdesc) yang sudah ada di setiap departemen, mengapa hal tersebut perlu dilakukan? karena lebih baik jika pemberian tugas kepada tim, seorang atasan menyesuaikan dengan Job Description (Jobdesc) yang ada. Seandainya memang dia harus mengerjakan tugas di luar jobdesc-nya, pemberian pemahaman bahwa tugas tersebut bersifat sementara karena rekan kerja tidak masuk itu penting. Hal ini, sekaligus merupakan proses empowerment atau pemberdayaan karyawan ybs untuk belajar hal baru, sehingga dia dapat berkembang. Pengertian ini dapat diberikan dan dilakukan agar tumbuh kesadaran baru dari karyawan tersebut, dan membantu karyawan tersebut melihat sudut pandang lain dari tugas yang diberikan padanya.

Kemudian Anda sebagai Human Capital Practitioner bagaimana membedakan pemberdayaan karyawan yang benar-benar positif untuk kebaikannya, dengan yang hanya untuk sekedar “menggeser” karyawan tadi ke zona tidak nyaman lalu resign?

Seorang atasan atau Human Capital practitioner dalam proses penyampaian sebuah pemahaman yang dilakukan dengan tujuan positif, umumnya dilakukan secara transparan dengan menyampaikan fakta yang ada selama ini, serta berbagai potensi dan kemungkinan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Hal tersebut diharapkan mampu memotivasi karyawan agar dapat melakukan tugas lebih dari Job Description (Jobdesc).

Sementara sebaliknya, jika Anda berniat untuk “menggeser” karyawan, umumnya fakta yang ada cenderung dibuat-buat atau tidak sesuai realita yang ada. Karyawan yang cenderung mengalami ini dan tidak mampu mengolahnya dengan baik, cenderung akan membuat hal ini menjadi semakin besar dan memiliki dampak konflik yang juga semakin membesar.

Memberi tugas kepada anggota tim, memang selayaknya dilakukan oleh seorang atasan. Tetapi proses atau strategi memberikan tugas tersebut yang terkadang membuat konflik muncul. Apabila atasan tidak mengetahui cara terbaik dalam melakukan delegasi atau pemberian tugas Maka, sejak awal memberikan pemahaman kepada para atasan, agar dapat memberikan penugasan dengan langkah-langkah yang positif tentunya mampu mengurangi konflik antara atasan dan anggota tim-nya.

#2. Konflik “Beda Gaya Kerja”

Apakah Anda pernah mengalami kejadian dimana karyawan mengalami konflik dengan atasannya dikarenakan perbedaan cara kerja? Terkadang karyawan menganggap bahwa atasannya cenderung mau cepat selesai ketika memberikan sebuah tugas serta mendapatkan hasil secara cepat. Sedangkan karyawan tersebut adalah pribadi yang cenderung berhati-hati dalam bekerja sehingga terkesan lambat dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

Melihat keadaan tersebut Anda sebagai Human Capital Practittioner, apa yang terpikir untuk menyelesaikannya? Atau pernahkah Anda melakukan asesmen terhadap gaya kerja masing-masing karyawan yang ada dalam perusahaan Anda? Karena biasanya konflik juga muncul karena adanya perbedaan ini. Pemahaman akan perbedaan ini menjadi bagian penting dalam operasional sebuah perusahaan.

Apa yang akan terjadi jika Anda menempatkan seorang karyawan yang cenderung berhati-hati, di sebuah posisi yang menuntut pengambilan keputusan secara cepat? Tentu saja, keputusan akan cenderung lambat dikeluarkan, dan mungkin saja target kerja yang ada malah tidak tercapai.

Sebagai seorang Human Capital Practitioner, tentu secara idealnya, Anda akan menempatkan seorang karyawan, dalam sebuah posisi yang sesuai dengan profil yang ada pada dirinya. Atau bahkan menempatkan karyawan tadi dalam sebuah posisi yang mampu mengembangkan kemampuannya, jauh ke depan.

Gaya kerja seorang karyawan memang tidak dapat dipisahkan dengan kepribadiannya secara umum. Sementara Anda ketahui bahwa proses pembentukan kepribadian sudah berlangsung sejak yang bersangkutan masih kecil dan tinggal dalam keluarga dan masyarakatnya. Dalam sebuah budaya yang cenderung keras, maka akan membentuk seorang karyawan yang umumnya memiliki tekad kuat dalam mencapai sesuatu, tetapi disisi lain mungkin saja perilaku yang “keras” juga akan muncul. Beberapa contoh perilaku yaitu berbicara agak keras (hampir berteriak mungkin), terkadang dimaknai sebagai angkuh, padahal mungkin memang “volume” standar-nya memang diatas orang pada umumnya. Dalam hal ini juga dapat terjadi seperti kontak fisik yang awalnya berniat iseng atau membangun keakraban, seperti “memukul pelan” pundak dapat dimaknai beda bagi orang yang tidak senang “disentuh” dengan cara apapun. Nah Beberapa contoh tersebut merupakan sebagian tindakan yang sering terjadi di sebuah perusahan. Sebagai salah satu pemicu terjadinya konflik.

Bayangkan saat Anda dan setiap karyawan sudah mengetahui gaya kerja sendiri dan orang lain, dalam hal ini atasannya, maka semua pihak harus mampu menyesuaikan dirinya dengan gaya kerja lawan bicara atau rekannya tersebut. Human Capital Practitioner biasa menjelaskan tentang proses menilai gaya kerja ini dalam proses asesmen.

#3. Konflik “Masalah Personal Karyawan”

Beberapa dari Anda pasti pernah menangani persoalan karyawan dengan karyawan lain atau biasa disebut dengan masalah antar personal. Konflik itu terkadang dapat Anda temui saat berkeliling perusahan, mendapatkan laporan dari atasan, tim Anda bahkan dari obrolan saat istirahat kerja.

Memang ada semacam batas yang tidak boleh dilanggar oleh seorang Human Capital Practitioner, untuk masuk ke dalam wilayah privasi karyawan. Sehingga tidak terkesan ikut campur dalam masalah personal yang ada. Tetapi sebagai departemen yang ditugaskan untuk “mengurusi” karyawan, terutama yang terkait dengan pekerjaan sehari-harinya, maupun dalam proses pencapaian target kerja yang ada. Maka Human Capital Practitioner juga perlu mengamati bagaimana perubahan perilaku dari karyawan yang mengalami masalah personal tersebut.

Saat seorang karyawan yang dulunya rajin berangkat kerja, sekarang mulai izin tidak masuk kerja berulang kali dalam satu bulan. Saat seorang yang disiplin, dengan datang sebelum jam masuk kerja dimulai, mulai sering datang terlambat. Saat seorang yang biasanya ceria, kini lebih sering “menekuk” mukanya, dan cenderung menarik diri dari rekan kerja. Perubahan perilaku seperti itulah yang mungkin perlu diamati. Bahkan bila perlu Anda memanggil karyawan bersangkutan untuk melakukan proses coaching dan counselling.

Dalam proses tersebut Anda selaku Human Capital Practitioner dapat menjelaskan sudut pandang dari manajemen terkait dengan perubahan yang cenderung ke arah negatif akan membuatnya dinilai tidak berprestasi oleh manajemen, dan tentu saja memiliki konsekuensi apabila itu terjadi secara berkesinambungan. Dengan proses tersebut diharapkan karyawan mengetahui akan dampak negatif terhadap kinerja mereka dari konflik personal yang sedang dihadapi.

Dalam hal ini apa perbedaan antara memberi solusi secara langsung dari pokok masalah yang ada, maupun bertanya – tanya sekedar ingin tahu masalahnya? Dengan melakukan tindakan yang profesional seperti Coaching & counselling kepada karyawan.

Nah, Human Capital Practitioner, bagaimana apakah anda sudah mengetahui solusi penanganan konflik di tempat Anda? Semoga artikel ini membantu Ada dalam menangani konflik yang sering terjadi. Apabila Anda masih membutuhkan referensi mengenai tindakan yang diperlukan untuk menangani konflik di tempat Anda, maka Anda dapat berdiskusi di Facebook (FB) kami di Human Capital Professionals.

Human capital practitioner juga dapat berdiskusi lebih lanjut bagaimana mengelola konflik di perusahaan Anda dengan program konsultan kami di https://www.sinergiaconsultant.com/kontakkami

LET’S CONNECT!


Tags

Human Capital Practitioner


You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked

{"email":"Email address invalid","url":"Website address invalid","required":"Required field missing"}
>