November 1, 2022

Hindari Fenomena Quiet Quitting & Quiet Firing! Lengkapi Peran Ini di Perusahaan/Bisnis Anda

0  comments

Rupanya fenomena quiet quitting dan juga quiet firing, lagi marak dibicarakan di berbagai media yang berbicara soal karir atau perusahaan. Dengan banyaknya unggahan di media sosial, dimana ada istilah teng-go, atau yang artinya saat waktunya menunjukkan jam pulang kantor, beberapa orang langsung go – pergi cepat-cepat dari kantor, dengan berbagai alasan. Misalnya saja, supaya tidak ada lagi pekerjaan tambahan atau mereka merasa bahwa “halaahhh, saya kan disini cuma kerja!”.

Fenomena ini nampaknya tidak hanya terjadi di level karyawan saja, nampaknya hal ini juga terjadi di level Business Leader atau bahkan Business Owner. Berbeda dengan situasi yang terjadi di karyawan, namun biasanya di level ini mereka lebih bersikap apatis dengan situasi yang muncul di karyawannya. Mereka tidak peduli lagi pada salah seorang karyawannya. Misalnya saja karyawan tersebut teng-go, padahal pekerjaan hariannya belum beres, maka Business Leader atau Business Owner ini membiarkannya begitu saja, tanpa ditegur, tanpa diperingatkan. Namun, ia juga menjadi tidak peduli pada karyawan tersebut. Misalnya saja dengan kalau ada perayaan kantor, ia tidak akan diajak atau tidak akan diberi apresiasi atau bonus. Dan inilah yang disebut sebagai quiet firing.

Quiet quitting mengacu sikap karyawan yang melakukan pekerjaannya hanya sesuai dengan daftar pekerjaan harian yang perlu diselesaikan. Ia akan sulit untuk terhubung dengan perusahaan, atau bahkan menginternalisasi budaya atau nilai (value) dari perusahaan itu sendiri. Sehingga ia tidak membangun keterikatan pada perusahaan, dan melakukan pekerjaan tersebut hanya berdasarkan fungsi transaksional, dia bekerja dan perusahaan membayarnya. Tidak ada kata pengembangan kemampuan atau kompetensi dalam hal ini. Ia akan bekerja hanya bagaikan robot belaka. Mudahnya, dalam hal ini mereka sebenarnya “secara diam-diam telah keluar dari perusahaan”.

Quiet Firing sendiri lebih mengacu kepada atasan karyawan tersebut. Dimana dalam hal ini mereka sebenarnya telah secara “diam-diam memecat karyawan” tersebut. Tidak benar-benar memutuskan hubungan kerja, namun lebih ke arah, tidak menganggap bahwa karyawan tersebut ada. Sehingga bukannya seseorang yang menjauh itu dirangkul, namun ia lebih membiarkan hal tersebut terjadi dan bahkan tidak berusaha mendekati serta mencaritahu permasalahan karyawan atau timnya. Biasanya dalam kondisi seperti ini, antara perusahaan dan karyawan hanya tinggal menentukan siapa yang lebih bertahan untuk berada dalam situasi ini. Jika karyawan merasa sudah menyerah dengan sikap atasannya yang melakukan quiet firing, maka ia pun akan resign atau mengundurkan diri.

Melalui halaman Linkedin News mereka juga melangsir hasil survey bahwa 48% orang yang telah melakukan survey mengatakan bahwa mereka benar-benar melihat terjadinya fenomena quiet firing ini di pekerjaan. Bahkan 38% lainnya menambahkan bahwa mereka yang mengalaminya sendiri. Mereka bertahun-tahun tidak mengalami peningkatan dalam karir, diberi tanggung jawab pekerjaan yang tidak masuk akal dan bahkan tidak dilibatkan dalam program pengembangan perusahaan. 

Siapa yang rugi akan hal ini?

Kedua belah pihak sama-sama tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Mereka tidak lagi berkomunikasi sebagaimana mestinya sebuah perusahaan yang bertumbuh dengan dinamis. Perlu ada keinginan berkembang dari masing-masing karyawan dan juga perlu apresiasi dari pihak perusahaan. Kedua hal ini berjalan beriringan. Dan apabila ada hal yang tidak sesuai dengan ekspektasi salah satunya, maka hal tersebutlah yang perlu dikomunikasikan, bukan mengambil sikap menjadi seseorang yang quiet quitting ataupun quiet firing

Maka langkah apa yang sebenarnya bisa diambil agar fenomena ini tidak terjadi atau bahkan telah terjadi di perusahaan? 

1. Peran HRBP / HCBP 

Dalam hal ini departemen HRD atau Human Capital Practitioner berperan sangat besar. Bukan hanya sekedar sistem yang dirancang untuk urusan personalia. Namun HR perlu menjadi lebih sensitf dan peka terhadap situasi yang terjadi dalam masing-masing departemen. HR dilarang tutup mata akan hal-hal yang terjadi di departemen lain, namun sebagai HR merekalah yang menegakkan value perusahaan agar dapat diinternalisasi setiap orang yang ada di dalamnya. 

HR perlu menciptakan ruang mediasi dan komunikasi, bahkan mengusulkan penilaian yang terbuka dan jujur, melalui berbagai sistem. Misalnya saja melakukan performance appraisal atau asesmen yang lebih tepat, sehingga setiap orang dapat dinilai dan diberikan treatment secara obyektif. 

2. Leader As A Coach

Setiap Business Leader ataupun Business Owner memiliki tanggung jawab bukan hanya sebagai atasan atau mendelegasikan tugas. Lebih dari itu, ia perlu mendalami peran sebagai seorang coach. Maka, saat leader melihat bahwa performa seorang karyawan tidak sesuai dengan ekspektasinya, di saat itulah seharusnya ia mengajak ybs duduk dan berkomunikasi. Quiet firing menjadi pilihan yang tidak tepat, karena mungkin ada hal yang tidak nampak yang sebenarnya menjadi akar masalah karyawan Anda. Anda perlu menggali lebih dalam dengan pertanyaan coaching, dan apabila sebagai Business Leader atau Business Owner merasa stuck dan ternyata karyawan tidak berubah, Anda perlu melaporkannya pada HR atau pihak yang bertanggung jawab di perusahaan. (Inhouse Training Leader As A Coach KLIK DISINI)

3. Career Development Coach

Pernahkah perusahaan terpikir untuk memberikan fasilitas ini kepada karyawan mereka ataupun kepada Business Leader? Sangat jarang kami temui! Apalagi peran Career Development Coach seperti ini seringkali sebenarnya sebagai tindakan pencegahan. Namun dengan adanya Career Development Coach sangat membantu karyawan dan bahkan atasannya fokus pada karir yang dihidupi di perusahaan. Bukan hanya sekedar melakukan coaching. Biasanya, yang berperan sebagai Coach adalah pihak ketiga, atau juga tim learning & development di perusahaan, atau bahkan Business Owner sendiri yang turun langsung. Sehingga fungsi pengembangan ini benar-benar dikawal dengan baik. Untuk menjadi career development coach ini, Anda juga dapat terhubung dengan tim kami atau baca penjelasannya dengan KLIK DISINI.

Semoga quiet quitting dan quiet firing  ini tidak terjadi di perusahaan dan menimbulkan konflik internal yang tidak terselesaikan. Anda dapat melengkapi peran-peran di atas di perusahaan, agar dapat lebih fokus pada pengembangan bisnis. 

Dan saat Anda ingin diskusi lebih lanjut, Anda bisa tetap menghubungi tim kami di berbagai informasi yang telah tersedia atau klik di www.sinergiaconsultant.com/kontakkami 

Let’s Grow!

Reading Club

Kelly, Jack. (2022). You May Be Quiet Quitting, But Could Your Boss Be Quietly Fire You?. source: forbes.com. 2022 Oktober 05.  

Small, Jonathan. (2022). Quiet Firing is taking the workplace by storm. What is it exactly?. entrepreneur.com . 2022 Oktober 05. 

Burga, Solcyre. (2022). What to Do if You Think Your Boss Is Trying to ‘Quietly Fire’ You. source : time.com. 2022 Oktober 05.  

Marcelina Suganda


More than ten years experienced at Sinergia Consultant, starting as a Freelancer, Program Manager, General Manager, and now as COO, taught me a lot about becoming a better people management and a better person.

Today, my responsibility is in Operations for the Sinergia Group Indonesia. Especially for sales, marketing, activating brand and value, and Human Capital as a Business Partner.

I'm very passionate about managing processes and systems, business research and development, data-focused analysis, making innovative improvements for the business, and activating the business plan and strategy. With these, we can grow the company as a team and giving impact and transform our team, fellows, and clients.

Aligning with our values, I wish that our products and services bring out our clients' best potential. It gives positivity, inspires, with a lot of creativity and transforming others. I am committed to being a lifelong learner, giving my best to developing people.


Tags


You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked

{"email":"Email address invalid","url":"Website address invalid","required":"Required field missing"}
>