October 22, 2020

Belajar Kompetensi Dari Srikandi

0  comments

Srikandi contoh tepat untuk dapat kita pelajari kisahnya dalam penerapan kompetensi. Ini kisah singkatnya;

Anak panah Hrusangkali itu lepas bagai kilat, melesat, menghujam di dada tepat.

Dia jatuh tanpa mengaduh.

Lalu hujan anak panah menyusul menembusi tubuhnya, menopangnya, seakan menjaga raganya agar tidak jatuh di tanah Kurusetra.

Medan laga menjadi saksi sang kesatria mengangkasa ke nirwana.

Senyap medan tempur.

Resi Bisma gugur.

Adalah Srikandi yang memungkinkan ini terjadi, karena dialah sang empunya panah Hrusangkali. Tegak berdiri sebagai senopati yang memegang kendali.

Srikandi; dalam pewayangan Jawa adalah istri Arjuna yang mempunyai keahlian memanah. Dalam perang Baratayuda, Srikandi adalah breakthrough. Dia adalah pemecah kondisi, yang memungkinkan perang Baratayuda dimenangkan oleh Pandawa. Diceritakan setelah 9 hari pasukan Kurawa dipimpin oleh Bisma, pasukan Pandawa hancur lebur. Banyak prajurit gugur, para punggawa tidak nyenyak tidur, nyali melanjutkan perang pun mendadak hancur. Serangan Pandawa praktis lumpuh, membuat para Kurawa tersenyum angkuh.

Kesaktian Bisma nyaris tak tertandingi, hujan anak panah turun tak henti membuat banyak prajurit Pandawa mati dalam sunyi. Kesedihan melanda para senopati, Kresna sang penasehat strategi terdiam dalam samadi berharap mendapatkan wangsit sebagai solusi.

Pilihannya membuat banyak orang kaget, mengangkat Srikandi sebagai senopati dimaknai sebagai keputusan kepepet. Gegabah dan mengada-ada. Adalah tabu dan tidak lazim seorang perempuan ikut berperang, apalagi menjadi senopati. Lebih-lebih sudah banyak senopati pria gugur di medan laga, kewalahan menandingi kesaktian Bisma. Pilihan Kresna terbukti, Srikandi mampu menunjukkan kompetensinya.

Business Owner, HC Practitioner dan Professional Leader, meskipun Anda bukan penggemar wayang, saya yakin nama Srikandi cukup familiar di telinga kita dalam kehidupan sehari-hari.

Srikandi, nama ini sering diidentikkan sebagai sosok pejuang wanita yang mahsyur. Lebih spesifik biasanya fenomenal karena kompetensinya sehingga berprestasi dalam memperjuangkan negara di kancah internasional. Mereka ini adalah segelintir contoh Srikandi Indonesia yang harum namanya karena kompeten di bidangnya: Lilyana Natsir, atlet bulutangkis yang baru saja dinobatkan sebagai pebulutangkis terbaik dunia dekade ini oleh BWF (Badminton World Federation); Sri Mulyani, Menteri Keuangan yang beberapa kali menerima penghargaan sebagai menteri keuangan terbaik Asia dan pernah menjabat sebagai Direktur Bank Dunia; Silvany Austin Pasaribu, diplomat muda yang baru saja mengguncang dunia pada Sidang Umum PBB, lugas menangkis dan membungkam intervensi pemerintah Vanuatu.

Lagi-lagi, kompetensi yang membuat aksi ini bisa terjadi.

Menerjemahkan Selera menjadi Kamus Kompetensi

Business Owner, HC Practitioner dan Professional Leader, saya yakin bahwa di organisasi Anda sudah memiliki kompetensi yang dipersyaratkan, hanya terkadang abai untuk mendokumentasikannya menjadi sebuah kamus kompetensi. Sebuah organisasi atau perusahaan sudah pasti memiliki kriteria tertentu yang spesifik untuk memilah dan memilih individu untuk menjadi karyawannya. Bahkan secara tidak sadar menanamkan karyawannya pada kriteria sikap tertentu. Kriteria-kriteria yang dipersyaratkan inilah jika dirangkum dan diterjemahkan akan menjadi sebuah kamus kompetensi.

Proses penyusunan kamus kompetensi sangat menantang. Ini merupakan salah satu upaya positioning perusahaan. Mau menjadi seperti apa, ciri khas apa yang akan dibangun dan mau dibawa kemana perusahaan ini. Ini adalah pertanyaan mendasar yang harus segera diputuskan oleh tim Management di perusahaan. Berdasarkan jawaban-jawaban inilah kamus kompetensi mulai disusun. Proses penerjemahan konsep menjadi sebuah perilaku yang terukur dan dipersyaratkan membutuhkan sebuah pemikiran yang serius.

Sering Management perusahaan kesulitan menjawab jika ditanya:

“Manager Produksi seperti apa yang anda harapkan untuk di-hire”,

ujung-ujungnya dijawab

“Yang bisa kerja”.

Proses penerjemahan “yang bisa kerja” ini membutuhkan penggalian yang dalam. Kata kuncinya adalah visi perusahaan. Jika hal ini tidak diseriusi maka akan dianggap sebagai “selera” semata. Tugas HC Practitioner lah mengupas “selera” ini menjadi sebuah data yang bermakna. Jika Anda masih kesulitan lagi membayangkan, menerjemahkan, atau mencari contoh kamus kompetensi; bagi Anda yang pernah mengalami, silahkan membuka butir-butir P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Itu adalah salah satu contoh atau template kamus kompetensi yang pernah dilembagakan oleh negara.

Secara umum, kamus kompetensi disusun dari 3 hal:

1) Core Competency (kompetensi inti)
Kompetensi ini biasanya mencerminkan budaya dan nilai-nilai yang ada di perusahaan serta wajib dimiliki oleh setiap karyawan. Dalam cerita Srikandi, kompetensi intinya adalah memihak pada kebenaran. Perang Baratayuda adalah perang antar kebajikan dan keburukan, simbol dharma melawan angkara murka. Value Srikandi jelas, dia memilih pada kebajikan.

2) Generic Competency (kompetensi umum)
Kompetensi ini merupakan kompetensi umum yang dapat dipilih berdasarkan level jabatan. Dipersyaratkan untuk sebuah posisi. Menjadi seorang senopati perang dibutuhkan kompetensi yang kuat pada kepemimpinan dan kekuatan hati. Srikandi mampu menjadi tokoh utama, memimpin dan mengatur formasi melawan formasi perang bala tentara Kurawa yang dipimpin oleh Bisma. Dalam hal ini dia juga mempunyai hati yang tabah dan kuat melawan kakeknya sendiri yang sangat sakti bahkan nampak tak tertandingi.

3) Specific / Technical Competency (kompetensi spesifik / teknis)
Kompetensi ini merupakan kompetensi berupa skill dan knowledge yang dibutuhkan sesuai dengan pekerjaannya. Dalam bidang recruitment, sering disebut sebagai requirement. Kompetensi ini sangat teknis, terlihat jelas dan mudah diukur. Srikandi adalah pemanah yang ulung. Keterampilannya tidak diragukan. Sebelum diambil menjadi istri, dia adalah murid kesayangan Arjuna. Requirement untuk menjadi seorang prajurit yang turun di medan laga terpenuhi.

Mengeliminasi Resistensi Karyawan pada Kamus Kompetensi

Setelah tersusun kamus kompetensi, tantangan selanjutnya adalah menyosialisasikan. Banyak karyawan menunjukkan resistensi dalam proses ini. Kamus kompetensi dipandang sebagai kebutuhan perusahaan, bukan kebutuhan karyawan. Lebih sering dianggap membebani, tidak meningkatkan kualitas diri, apalagi memenuhi periuk nasi.

Menyerang balik resistensi ini, mari kembali berkaca pada Srikandi. Mengapa hanya Srikandi yang mampu menandingi bahkan mengalahkan Bisma yang sakti. Srikandi adalah antitesa kesaktian Bisma. Diceritakan dalam sebuah wangsit (insight), Kresna melihat bahwa Srikandi adalah reinkarnasi dari Dewi Amba, seorang perempuan yang pernah tersakiti hatinya karena Bisma terikat pada sumpah untuk tidak menikah seumur hidup.

Digariskan bahwa Dewi Amba-lah yang akan menjemput Bisma pada kematian. Sukmanya menitis pada Srikandi, dan itu hanya dilihat oleh Kresna. Berdasarkan hal itu lah maka Kresna mempromosi Srikandi menjadi senopati, lawan yang sepadan yang akan bertanding melawan Bisma di palagan.

Mengacu pada Iceberg Theory-nya Freud, dinyatakan bahwa kompetensi memiliki beberapa komponen yang terlihat dan tidak terlihat. Penitisan Dewi Amba untuk menjemput Bisma inilah kompetensi yang tidak disadari Srikandi, tidak terlihat (unconscious) oleh orang lain, hanya mampu dilihat oleh Kresna.

Singkatnya, banyak karyawan yang tidak menyadari potensi diri, kompetensi yang sudah ada dalam dirinya. Maka saat diberikan kamus kompetensi langsung resistensi, padahal kompetensi itu sudah ada dalam diri, dan tinggal diledakkan menjadi momentum menggapai prestasi, yang pada akhirnya mampu menghangatkan periuk nasi. Menyosialisasikan adalah titik rawan untuk keberhasilan, maka pastikan karyawan terbangun kesadaran, tidak memandang kamus kompetensi sebagai beban namun membuka kesempatan membikin tebal cuan.

Kamus Kompetensi untuk Evaluasi dan Peluang Mendapatkan Promosi

Metode sosialisasi kamus kompetensi sering mengalami kegagalan karena tidak mampu menyentuh kebutuhan karyawan untuk diutamakan, bukan sekedar menghangatkan bangku cadangan.

Kompetensi akan nampak saat ada kompetisi, karena dia menghadirkan diferensiasi. Cara paling efektif untuk menginternalisasi adalah dengan menyusun kamus kompetensi sebagai alat untuk evaluasi dan membuka kesempatan promosi. Adalah ‘PR’ bagi HC Practitioner untuk membuat penilaian yang jelas, berjenjang dan mencerminkan ukuran tingkatan pencapaian. Sehingga karyawan tidak lagi merasa kamus kompetensi sebagai beban, namun merangsang untuk menggali potensi yang kadang tidak disadari dan berlomba menunjukkan peningkatan sebagai upaya memenangkan perlombaan.

Akhirnya, jika tanpa mengalahkan Bisma, maka Srikandi tidak lebih hanya akan dikenang sebagai istri Arjuna. Promosinya menjadi senopati adalah hasil dari evaluasi akan kompetensi untuk memenangkan kompetisi. Begitu juga karyawan, dia hanya akan dikenang sebagai anggota perusahaan jika tidak melakukan peningkatan signifikan pada kemampuan.

Peluang mendapatkan promosi akan terbuka jika mau menggali potensi diri, menggugah yang tidak disadari agar mencapai garis batas yang ditetapkan dalam kamus kompetensi. Kamus kompetensi membuka peluang karyawan mendapatkan promosi dan naik gaji.

Inilah sepotong kisah Srikandi yang bisa kita pelajari penerapannya justru dalam menyiapkan Kamus Kompetensi untuk perusahaan Anda masing-masing. Saat Anda membutuhkan proses yang lebih praktikal, Anda juga bisa download Kamus Kompetensi yang telah disiapkan Sinergia Consultant dengan KLIK LINK www.sinergiaconsultant.com/freekkompetensi.

Let’s Connect

By Edy Nugroho


Tags

Edy Nugroho, Human Capital Practitioner


You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked

{"email":"Email address invalid","url":"Website address invalid","required":"Required field missing"}
>