Demikianlah kondisi yang selalu mengusik angan para business owner. Karyawan sudah dapat gaji besar, namun tetap saja keluar. Membingungkan. Benarkah bahwa gaji yang besar sudah tidak mempunyai daya cengkeram kuat untuk karyawan memutuskan tidak keluar?
Business owner, HR practitioner dan professional leader, saya kemudian teringat pertemuan dengan seorang sahabat beberapa minggu lalu. Di suatu sore saat telah selesai dengan aktivitas kerja masing-masing, kami meluangkan waktu ngobrol-ngobrol.
Tidak ada pembicaraan penting yang diagendakan. Namun berita darinya malah mengagetkan. Dia memutuskan resign dari perusahaan. Seorang kepala divisi Human Capital pada sebuah bank ternama, dengan masa kerja yang tidak sebentar. Tak terbayangkan bagi saya.
“Gaji sih cuma naik 12%, namun fresh money dengan ikatan 2 tahun cukup untuk membayar kuliah anakku sampai lulus” demikian penjelasannya.
Tak banyak komentar yang saya ucapkan saat itu. Menjelang tidur, saya merenung. Bukan tentang keputusannya keluar dari pekerjaan pertahunnya. Namun tentang betapa piawainya perusahaan yang menawarinya.
Formula yang ditawarkan dan magnet yang diciptakan wajar membuat karyawan bergerak keluar. Benefit yang kompetitif dan formula yang tidak biasa, ternyata cukup efektif membangun inisiatif.
Terbayang bagaimana pusingnya business owner dan management perusahaan itu saat sahabat saya mengajukan pengunduran dirinya. Kompetensinya dan ketokohannya di kantor sulit tergantikan (lihat juga FREE EBOOK KAMUS KOMPETENSI)
Mengapa Karyawan Tetap Keluar?
Business owner, HR practitioner dan professional leader, saya yakin anda semua pernah mengalami hal yang sama. Entah dalam skala besar atau pun dalam skala yang lebih kecil.
Karyawan yang menjadi kunci, karyawan yang cukup diandalkan dan karyawan yang sulit dicari penggantinya tiba-tiba mengajukan pengunduran diri. Pusing, capek, menguras energi.
Biasanya yang membuat karyawan keluar digolongkan menjadi 2 faktor:
- Faktor Internal: Faktor ini merupakan faktor pendorong, membuat karyawan berpikir untuk mulai melirik-lirik perusahaan lain. Sederhananya dimulai dengan memperbaiki CV, melihat lowongan-lowongan di portal lowongan kerja lalu mendorongnya mengirimkan surat lamaran. Lingkungan kerja yang tidak menyenangkan, jenjang karir yang tidak jelas, atasan yang kurang supportif, penghasilan yang kurang kompetitif dan banyak hal lain yang masuk kategori ini. Hal ini sering menjadi pendorong bagi karyawan untuk berpaling.
- Faktor Eksternal: Faktor ini merupakan daya tarik. Sering orang mengatakan, magnetnya sangat kuat sehingga tak kuasa menolak. Daya tarik dari luar dengan iming-imingnya membuat karyawan mulai membandingkan dengan kondisi yang diterimanya saat ini. Bukan hanya tentang gaji, namun bisa lokasi kerja, budaya kerja yang kekinian ataupun lini bisnis yang menjanjikan.
Magnet yang cukup kuat akan menarik perhatian bagi karyawan. Apalagi jika mulai tersentuh passion atau personalnya, sulit dilawan.
Maka saat daya dorong bertemu dengan daya tarik, berat rasanya mencegah karyawan keluar. Namun apakah anda sebagai business owner, HC practitioner dan professional leader akan diam begitu saja menyikapi hal ini?
Saya yakin, kita akan berusaha sekuat tenaga tidak kehilangan asset yang begitu berharga bagi perusahaan.
Mari Mengantisipasi.
Faktanya banyak HC Practitioner, Business Owner dan Professional Leader tidak siap dengan antisipasi. Seringnya mengambil peran sebagai “pemadam kebakaran”. Saat karyawan meminta keluar, kita tergopoh-gopoh menghadapinya.
Karena takut kehilangan, maka ditawarkan gaji naik. Padahal karyawan tersebut gajinya sudah besar. Cara-cara yang reaktif seperti ini rasanya mulai usang dan ketinggalan jaman.
Adalah ideal jika kita mempunyai beberapa kiat untuk mengantisipasinya. Berikut beberapa hal yang bisa dicoba sebagai antisipasi alternatif:
1. Salary Survey.
Dalam sebuah meeting, seorang business owner meminta HC Managernya melakukan salary survey. Sasarannya adalah perusahaan-perusahaan sejenis yang secara bisnis head to head dengan mereka.
Ini adalah sebuah langkah yang bijak untuk mengetahui dimana posisi kita di pasaran. Cara ini dilakukan agar kita tidak cukup sombong dan update dengan kondisi yang saat ini berkembang di market.
Jangan sampai terjadi, kita merasa sudah menaikkan gaji karyawan signifikan, angkanya sudah besar namun ternyata hasil survey menunjukkan sebaliknya. Angka kita masih di bawah market.
Salary survey ini bisa dilakukan dengan banyak cara: beli data salary survey dari lembaga survey, ini akurat namun biasanya sedikit mahal; interview karyawan kompetitor, murah namun datanya bisa jadi kurang valid; bahkan ada yang sampai melamar ke perusahaan kompetitor untuk sekedar tahu offering-nya.
2. Ownership Program.
Car Ownership Program, istilah ini yang paling sering kita dengar. Karyawan diberi fasilitas mobil dan dalam jangka waktu tertentu kemudian menjadi miliknya pribadi.
Ownership program tidak melulu hal yang besar seperti mobil atau kendaraan. Jenis barang dan jangka waktunya bisa tergantung kebijakan perusahaan. Bisa saja dilakukan dalam skala kecil, seperti laptop atau HP.
Sebagai ilustrasi: laptop harga Rp 12 juta dengan jangka waktu 3 tahun.
Artinya sebenarnya perusahaan mengeluarkan budget Rp 300 ribuan per bulan. Kenaikan gaji Rp 300 ribu per bulan bisa jadi tidak lebih menarik dibandingkan mendapatkan laptop di awal. Pelajari selengkapnya tentang COMPENSATION AND BENEFIT DI SINI!
3. Down Payment.
Hampir sama dengan ownership program, namun yang ini dalam bentuk uang. Istilah yang sering juga familiar adalah fresh money atau transfer fee. Hal ini yang terjadi dengan sahabat saya pada ilustrasi artikel ini di awal.
Konsepnya sepertinya mencontoh konsep arisan. Seorang teman di kantor dulu sangat senang dengan arisan, alasannya adalah menyenangkan jika dapatnya di awal.
Benar memang menyenangkan mendapat kompensasi uang di awal. Karena faktanya banyak karyawan yang sulit menabung. Maka pemberian di awal akan sangat menarik dan mengikat.
Jumlah yang dikeluarkan perusahaan sama, hanya waktu pelaksanaannya saja yang beda.
What’s Next?
HC Practitioner, Business Owner dan Professional Leader apakah ini menjamin karyawan untuk tidak keluar? Belum tentu. Minimal kita mempunyai alternatif antisipasi yang layak dicoba untuk mencegah karyawan keluar.
Semua perusahaan tidak mau kehilangan asetnya yang sangat berharga yaitu karyawan. Apalagi jika dia adalah pemegang peran kunci di perusahaan.
Rasanya alternatif cara ini layak dicoba. Total cost yang sama dilakukan dengan cara yang beda, bisa jadi akan menjadi magnet penting bagi karyawan. Akhirnya faktor penariknya bukan lagi dari luar, melainkan dari dalam perusahaan.
Jika anda masih mengalami kesulitan bagaimana memulainya, kami siap membantu membangun sistem dan mendampingi pelaksanaannya. Segera KONTAK KAMI Agar tidak ada lagi keluhan karyawan sudah mendapat gaji besar namun tetap keluar.
Let’s Grow!