Hai Business Owner,
Kami sering mendapatkan curhatan mengenai konflik-konflik yang sering terjadi di tempat kerja. Terkadang, nampaknya dan sebenarnya adalah masalah yang sederhana, namun bagaimana mengatasi adanya konflik kerja yang terjadi diantara para karyawan sendiri menjadi tantangan banyak pemilik bisnis.
Sebuah pertanyaan yang mungkin menjadi pemikiran Anda juga?
Apakah ada konflik yang juga terjadi di antara karyawan di perusahaan Anda?
Anda yang bergelut dalam urusan bisnis, pasti menemui konflik tersebut hampir setiap hari tapi sangat enggan mengurusnya! Apalagi saat Anda sudah memiliki tim HC untuk membantu Anda mengelola karyawan. Namun, terkadang Anda juga tidak sabar untuk tidak turun tangan. Mulai dari para manajer atau supervisor Anda yang komplain tentang kinerja anggota tim-nya, atau seorang karyawan yang bermasalah dengan karyawan yang lainnya, karyawan yang tidak optimal karena konflik personal, dan lain sebagainya…..
Buang waktu kan untuk mendengar curhatan yang sama dari karyawan Anda? Ini SOLUSINYA!
#1
Konflik "Penugasan dari Atasan"
Anda pasti pernah didatangi oleh seorang pimpinan tim, entah seorang Manager, Dept. head, Supervisor departemen lain. Mereka menceritakan tentang si A, anggota tim-nya yang "nampaknya” bermasalah.
Pemimpin Team (PT) :
Pak, saya mau komplain tentang si Adi. Kayaknya saya udah ga bisa pake dia, menjadi tim saya
Human Capital (HC) :
Oh, ada apa pak?
PT :
Masa kemaren saya minta dia mengerjakan sebuah tugas, eh malah jawab seenaknya aja Kayak dia udah ga butuh kerjaan aja.
HC :
Wah begitu ya? Tugas apa yang diminta untuk dikerjakan?
PT :
Budi khan kemaren ga masuk, nah ada kerjaan Budi yang harus segera selesai. Akhirnya saya minta Adi yang menyelesaikannya. Pake kenapa dia terus yang selalu melakukan pekerjaan orang lain yang tidak masuk, dan bukannya Doni atau Eka saja yang melakukannya.
HC :
Oh, artinya itu bukan job desc Adi?
PT :
Ya bukan sih sebenernya. Cuma sebagai tim, ‘kan kita harus kerjasama agar target kerja juga tercapai optimal. Saya juga lagi nyiapin dia biar kalau saya pensiun nanti, dia bisa gantiin.
HC :
Rencana yang baik itu pak. Pernah diskusi sama Adi tentang rencana bapak ?
PT :
Ya belum pernah, ‘kan juga belum pasti dia yang bakal naik gantiin saya. Kayaknya sekarang belum perlulah dia tahu.
Kalau begitu diskusikan dengan departemen HC Anda. Untuk hal yang berhubungan dengan tim kerja langsung pada departemen yang berkaitan. Anda sudah menerima struktur organisasi kan?
Percakapan yang tidak asing bagi Anda? Konflik seperti ini terkadang membuat para pemimpin menjadi bingung bagaimana mengelola hubungan kerja dengan anggotanya, dan parahnya langsung melaporkan pada Anda sebagai business owner, padahal ada departemen yang mengurusnya.
Baik jika Anda sudah menanggapi seperti di atas sebagai seorang business owner. Justru lebih banyak yang terjebak untuk terus menginvestigasi permasalahan yang terjadi, dan lupa akan peran orang lain dalam perusahaan. Adanya departemen HC membantu proses untuk menjadi jembatan juga antar karyawan.
Dalam sebuah talkshow di sebuah Radio nasional, kami sempat ditanya, bagaimana membedakan pemberdayaan karyawan yang benar-benar positif dan tulus dalam melakukan pekerjaannya, dengan yang melakukan pekerjaannya disertai intensi negatif?
Proses penyampaian sebuah pemahaman yang dilakukan dengan tujuan positif, umumnya dilakukan secara transparan dengan menyampaikan fakta yang ada selama ini, serta berbagai potensi dan kemungkinan yang akan terjadi di masa yang akan datang.
Sementara sebaliknya, jika berniat untuk melakukan intensi yang negatif, umumnya fakta yang ada cenderung dibuat-buat atau tidak sesuai realita yang ada. Karyawan yang cenderung mengalami ini dan tidak mampu mengolahnya dengan baik, cenderung akan membuat hal ini menjadi semakin besar dan memiliki dampak konflik yang juga semakin membesar.
Memberi tugas kepada anggota tim, memang selayaknya dilakukan oleh seorang atasan. Tetapi proses atau strategi memberikan tugas tersebut yang terkadang membuat konflik muncul. Maka, sejak awal berikan pemahaman kepada para atasan yang menjadi tangan kanan Anda, agar dapat memberikan penugasan dengan langkah-langkah yang positif tentunya mampu mengurangi konflik antara atasan dan anggota tim-nya. Anda juga dapat mempelajari artikel bagaimana melakukan coaching yang optimal untuk para tangan kanan Anda ( link Artikel 4 langkah optimalisasi coaching).
#2
Konflik "Beda Gaya Kerja"
Saya pernah mendapatkan cerita dari seorang klien, dimana ia mengalami konflik dengan bawahannya. Klien saya menganggap bahwa bawahannya cenderung lambat dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Padahal proses bisnis seringkali bergerak lebih cepat dari kerja
orang-orang di perusahaan kita. Sedangkan ia sendiri adalah pribadi yang cepat dan sangat focus pada tindakan serta perubahan. Terbayang, bagaimana ia sering mendadak pusing sendiri dengan kinerja timnya? Dan bahkan timnya juga pusing mengakomodir kemauan business owner.
Business owner,Anda perlu cek kembali gaya kerja Anda dan karyawan Anda. Cara yang mudah, Anda bisa download tools DMI.Atau pernahkah melakukan asesmen terhadap gaya kerja masing-masing karyawan yang ada dalam perusahaan Anda? Karena biasanya konflik juga muncul karena adanya perbedaan ini. Pemahaman akan perbedaan ini menjadi bagian penting dalam operasional sebuah perusahaan.
Apa yang akan terjadi jika Anda menempatkan seorang karyawan yang cenderung berhati-hati, disebuah posisi yang menuntut pengambilan keputusan secara cepat? Tentu saja, keputusan akan cenderung lambat dikeluarkan, dan mungkin saja target kerja yang ada malah tidak tercapai.
Sebagai seorang Business Owner, tentu secara idealnya, Anda akan memutuskan karyawan, dalam sebuah posisi yang sesuai dengan profil yang ada pada dirinya. Atau bahkan menempatkan karyawan tadi dalam sebuah posisi yang mampu mengembangkan kemampuannya, jauh ke depan.
Gaya kerja seorang karyawan memang tidak dapat dipisahkan dengan kepribadiannya secara umum. Sementara kita ketahui bahwa proses pembentukan kepribadian sudah berlangsung sejak yang bersangkutan masih kecil dan tinggal dalam keluarga dan masyarakatnya. Dalam sebuah budaya yang cenderung keras, maka akan membentuk seorang karyawan yang umumnya memiliki tekad kuat dalam mencapai sesuatu, tetapi disisi lain mungkin saja perilaku yang “keras” juga akan muncul.
Berbicara agak keras (hampir berteriak mungkin), terkadang dimaknai sebagai angkuh, padahal mungkin memang “volume” standar-nya memang diatas orang pada umumnya. Kontak fisik yang awalnya berniat iseng atau membangun keakraban, seperti “memukul pelan” pundak dapat dimaknai beda bagi orang yang tidak senang “disentuh” dengan cara apapun. Dan masih banyak hal lainnya…
Saat Anda dan setiap karyawan sudah mengetahui gaya kerja sendiri dan orang lain, dalam hal ini atasannya, maka semua pihak harus mampu menyesuaikan dirinya dengan gaya lawan bicara atau rekannya tersebut. Kami menjelaskan tentang proses menilai gaya kerja ini dalam sebuah video yang ada di HCA Membership Program.
#3
Konflik "Masalah Personal Karyawan"
Beberapa dari Anda pasti pernah berjumpa dengan karyawan dalam perusahaan yang memiliki masalah personal, baik yang Anda dengar secara langsung dari karyawan bersangkutan ataupun laporan dari karyawan lainnya.
Memang ada semacam batas yang tidak boleh dilanggar oleh seorang Business Owner, untuk masuk ke dalam wilayah privasi karyawan. Sehingga tidak terkesan ikut campur dalam masalah personal yang ada. Tetapi sebagai pemilik bisnis yang memakai “topi” sebagai Human Capital maka Anda juga perlu mengamati bagaimana perubahan perilaku dari karyawan yang mengalami masalah personal tersebut. Apakah akan berdampak untuk jalannya perusahaan Anda? Ataukah ada hal yang membahayakan perusahaan Anda? Bagaimana dengan pencapaian target kerjanya? Apakah juga akan mengganggu proses kerja karyawan lain?
Saat seorang karyawan yang dulunya rajin berangkat kerja, sekarang mulai izin tidak masuk kerja berulang kali dalam satu bulan. Saat seorang yang disiplin, dengan datang sebelum jam masuk kerja dimulai, mulai sering datang terlambat. Saat seorang yang biasanya ceria, kini lebih sering “menekuk” mukanya, dan cenderung menarik diri dari rekan kerja.
Perubahan perilaku seperti itulah yang mungkin perlu diamati. Bahkan bila perlu memanggil karyawan bersangkutan, untuk dapat melakukanproses coaching dan counselling, menjelaskan sudut pandang dari manajemen terkait dengan perubahan yang cenderung ke arah negatif tadi, akan membuatnya dinilai tidak berprestasi oleh manajemen, dan tentu saja memiliki konsekuensi yang ada.
Setelah hal ini dilakukan, umumnya pertanyaan mengenai apa sebab dari perubahan perilaku itu muncul, akan menjadi hal yang krusial? Temukan pertanyaan lainnya di Buku 101 Coaching Questions.
Perbedaan antara memberi solusi bagi pokok masalah yang ada, maupun sekedar ingin tahu masalah yang ada, akan menimbulkan pemahaman dari karyawan seberapa perusahaan mampu bersikap profesional dalam memecahkan konflik yang terjadi.
Kira-kira apa yang terjadi jika Anda tidak mengamati perubahan perilaku tadi dan mengantisipasinya sejak awal? Pastinya, akan muncul konflik-konflik lainnya yang kemudian berkembang besar karena tidak tertangani sejak awal.
Nah, Business Owner, semoga artikel ini cukup membantu di tahap awal. Kami sadar bahwa pasti dalam melaksanakannya pun ada tantangan yang terjadi. Atau apakah Anda menemukan konflik lain yang terjadi antara karyawan di dalam perusahaan? Kami sangat senang, jika Anda dapat membaginya dengan kami dan Business Owner yang lain.
Yuk, berdiskusi lebih lanjut, Join di FB Group Komunitas Human Capital Professionals.
Let’s Connect!
Sebagai Human Capital Coach, saya sering mendapatkan curhatan mengenai konflik-konflik yang ada di tempat kerja. Terkadang, bagi saya masalahnya sederhana, namun bagaimana mengatasi adanya konflik kerja yang terjadi
Interesting blog post! I have been experiencing some conflict at work lately and I’m looking for some solutions. I appreciate the advice in this post.