October 21, 2025

Promosi, Rotasi, atau Rekrut Baru? Yuk Breakdown Satu Persatu!

0  comments

“Posisi ini kosong, kita harus cari penggantinya segera.”

Biasanya kalimat itu langsung bikin satu tim mendadak serius. Ada yang langsung buka data karyawan, ada yang nyeletuk, “Kayaknya si A cocok deh,” tapi ada juga yang diam aja karena tahu, urusan kayak gini nggak sesederhana itu.

Karena nyatanya, mengisi posisi kosong bukan cuma soal mengganti kursi. Tapi tentang menjaga ritme kerja, semangat tim, dan arah organisasi supaya tetap jalan. Kadang, satu keputusan kecil bisa berimbas panjang ke performa, motivasi, bahkan ke budaya kerja. Banyak perusahaan, terutama yang dinamis banget, cenderung ingin gerak cepat. Yang penting kursinya terisi dulu. Tapi di situ kadang jebakannya. Karena kalau buru-buru, bisa aja posisi memang terisi tapi orangnya nggak fit.

Ada yang baru dipromosi, tapi ternyata belum siap memimpin. Ada juga yang dipindahkan, tapi malah kehilangan semangat. Atau rekrut eksternal yang di awal tampak menjanjikan, tapi ternyata nggak cocok sama budaya tim.

Promosi itu kelihatannya pilihan paling aman, ya. Apalagi kalau orangnya sudah lama dan punya performa bagus. Tapi jujur aja, nggak semua orang yang hebat di pekerjaannya otomatis siap naik level. Kadang orang yang kuat di eksekusi malah kesulitan saat harus mengarahkan orang lain.
Tapi kalau memang pas, promosi bisa jadi hadiah paling bermakna sinyal bahwa perusahaan percaya dan memberi ruang untuk tumbuh.

Terus ada rotasi dan demosi, dua hal yang sering dianggap negatif, padahal nggak selalu begitu. Rotasi bisa jadi cara untuk memperluas wawasan dan bikin seseorang lebih fleksibel. Contohnya, orang dari tim marketing yang dipindah ke project management mungkin awalnya kaget, tapi dari situ dia belajar banyak hal baru seperti koordinasi antar tim, cara berpikir yang lebih sistemik, bahkan bisa bawa ide-ide waktu balik ke posisi semula.

Kalau demosi? Asal dijelaskan dengan empati, langkah itu bisa menyelamatkan karir seseorang. Kadang orang memang nggak sedang di fase yang cocok untuk tekanan tinggi. Turun setingkat bukan berarti gagal, tapi justru bisa jadi jalan buat nemuin ritme baru yang lebih pas.

Sementara kalau bicara rekrutmen eksternal, itu ibarat membuka jendela baru. Orang baru bisa bawa angin segar, ide segar, dan kadang cara pandang yang benar-benar beda. Tapi ya, selalu ada tantangan adaptasi. Nggak semua tim siap dengan perubahan gaya kerja, dan nggak semua kandidat baru langsung klik sama kultur yang udah terbentuk.

Menemukan yang Tepat Lewat Data, Bukan Asumsi

Nah, disinilah biasanya peran HR dan leader diuji: gimana caranya bikin keputusan yang adil dan tepat, bukan cuma cepat. Masalahnya, kadang keputusan soal promosi atau rotasi masih banyak yang didasarkan perasaan siapa yang kelihatan aktif, siapa yang “kayaknya bisa”, atau bahkan siapa yang disukai atasan. Padahal, perasaan bisa bias banget…

Makanya, sekarang makin banyak organisasi mulai beralih ke pendekatan yang lebih objektif: talent assessment. Lewat assessment, perusahaan bisa ngelihat orang bukan cuma dari performa hari ini, tapi juga dari potensi yang bisa dikembangkan.

Misalnya lewat kombinasi alat kayak personality test, cognitive test, atau motivation profile, kita bisa tahu:

  • Siapa yang punya pola pikir strategis untuk naik ke level manajerial,

  • Siapa yang lebih cocok diputar ke peran baru untuk memperluas kemampuan,

  • Dan siapa yang sebaiknya disiapkan dulu lewat program pengembangan sebelum naik level.

Jadi, keputusan promosi atau rotasi bukan lagi soal “siapa yang tersedia”, tapi “siapa yang benar-benar siap”. Kalaupun hasil assessment menunjukkan seseorang belum sepenuhnya siap, itu bukan akhir cerita. Justru disitu letak gunanya. Kita bisa bantu bikin development plan yang sesuai. Bukan menebak-nebak, tapi benar-benar tahu harus mengembangkan area mana komunikasi, kepemimpinan, atau mungkin pengambilan keputusan.

Ada satu kalimat dari salah satu artikel Forbes yang aku suka banget:

“Keputusan untuk mengisi posisi kosong bukan tentang seberapa cepat kursi itu terisi, tetapi seberapa tepat orang yang duduk di atasnya.” 

Dan kalimat itu rasanya relevan banget di banyak situasi HR.

Ruang yang Kosong, Peluang untuk Bertumbuh

Posisi yang kosong sebenarnya bukan tanda kekurangan. Bisa jadi itu justru tanda bahwa organisasi sedang tumbuh, sedang berubah, sedang menata ulang arah. Waktu ada ruang yang belum terisi, itu momen buat kita refleksi:
Apakah struktur kita masih relevan?
Apakah orang-orang di sekitar posisi itu sudah berada di tempat terbaiknya?
Atau mungkin kita justru perlu cara baru untuk melihat potensi yang selama ini tersembunyi?

Aku pernah lihat satu perusahaan yang awalnya panik karena salah satu manager resign. Rencana awalnya, mau langsung rekrut dari luar. Tapi setelah mereka lakukan talent assessment ke tim internal, ternyata ada satu orang yang potensinya kuat banget meski selama ini nggak banyak bicara di rapat. Akhirnya dia dipromosi, dan hasilnya malah jauh lebih stabil karena udah paham kultur dan ritme kerja di sana.

Dari situ aku belajar: kadang “kursi kosong” itu justru menguji kedewasaan organisasi. Apakah kita cukup sabar untuk mencari yang paling pas, bukan yang paling cepat. Dan apakah kita siap memanfaatkan data, bukan asumsi, untuk ambil keputusan penting.

Promosi, rotasi, atau rekrut eksternal semuanya bisa jadi langkah yang benar. Yang penting bukan pilihannya, tapi cara kita menentukannya. Dan kalau keputusan itu didasari pemahaman yang objektif lewat talent assessment, biasanya hasilnya jauh lebih sustainable. Karena mengisi posisi bukan cuma soal menutup kekosongan, tapi memastikan setiap orang ada di tempat di mana mereka bisa bertumbuh dan perusahaan juga ikut bertumbuh bersama mereka.

Jadi, sebelum buru-buru cari orang baru, mungkin worth it untuk lihat dulu siapa yang sudah siap tumbuh di dalam tim Anda. Kadang, ruang kosong bukan sinyal kekurangan tapi peluang untuk menemukan potensi yang selama ini belum terlihat. Let’s connect!

Adelia Putri Arinatasyah


Mempelajari tentang organisasi sama halnya dengan memahami ekosistem yang dinamis, setiap elemen di dalamnya saling berinteraksi dan berkontribusi terhadap keseimbangan serta pertumbuhan keseluruhan.


Tags


You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked

{"email":"Email address invalid","url":"Website address invalid","required":"Required field missing"}
>