March 24, 2023

Menggunakan Training Need Analysis dengan Bijak

0  comments

Training Need Analysis adalah sebuah metode yang jamak dipakai oleh HR untuk membuat sebuah training atau pelatihan. Sayangnya terkadang penggunaannya tidak bijak. Training need analysis (TNA) bisa sangat membantu, namun tidak jarang menimbulkan perdebatan.

Beberapa waktu lalu saya diminta mewawancarai seorang kandidat People Development Supervisor pada sebuah perusahaan manufaktur. Wawancara berjalan dengan lancar di awal. Namun ketika masuk pada pertanyaan teknis mengenai kurikulum training, kandidat mulai tersendat. 

Pertanyaan standar untuk seorang kandidat yang akan menggawangi bidang people development:

“Bagaimana cara menyusun kurikulum training?” 

“Dengan membuat TNA terlebih dahulu”. Jawaban yang pas dari kandidat. 

“Apa yang anda lakukan untuk membuat TNA?” pertanyaan saya lanjutkan.

“Dengan angket. Karyawan dibagikan angket, maka akan ketahuan training apa yang dibutuhkan” mantab kandidat menjawab. 

Seperti yang sudah saya duga sebelumnya. Jawaban yang hampir sama saya dapatkan dari beberapa interview di masa lampau. Angket sepertinya sebuah template jawaban untuk pertanyaan mengenai TNA. 

Dan seperti interview-interview sebelumnya, mandeg ketika pertanyaan:

“Bagaimana menvalidasi hasil angket tersebut, training itu sebagai kebutuhan atau keinginan?”

TNA Antara Kebutuhan dan Keinginan.

Business Owner, HC Practitioner dan Professional Leader, harus diakui terkadang kita terjebak pada hasil angket yang dilakukan. Benarkan training yang dipilih merupakan kebutuhan akan peningkatan kompetesensi yang dibutuhkan, ataukah sekedar keinginan dari karyawan. 

Budget besar yang diberikan management perusahaan diharapkan mampu meningkatkan kompetensi karyawan. Lebih spesifik lagi diarahkan untuk kepentingan pencapaian goal perusahaan. 

Fatal sebenarnya jika training yang dilakukan tidak mendukung upaya pencapaian goal perusahaan. Lebih-lebih hanya sebagai keinginan karyawan. 

Hasil TNA bisa jadi menjerumuskan jika human capital tidak cermat dalam menyikapinya. Hasil angket mayoritas belum tentu mencerminkan kebutuhan kompetensi, namun bisa jadi hanya sebuah keinginan. Oleh human capital mutlak ikut campur tangan menganalisa, sebelum sampai pada proses aproval atau persetujuan dari management.  

Cara Bijak Menyikapi TNA.

Human capital yang memegang kendali dalam proses learning and development, oleh karenanya perlu bijaksana. Agar hasil TNA bisa sejalan dengan perusahaan dan tidak dianggap sebagai bentuk pemborosan budget semata, maka berikut beberapa langkah yang perlu dipertimbangkan:

1. Dasarnya adalah Kamus Kompetensi.

Banyak perusahaan sudah menyusun kamus kompetensi, namun bingung untuk menggunakannya. Training yang direncanakan harus sesuai dengan kamus kompetensi perusahaan. Hasil TNA wajib diperiksa apakah sudah sesuai dengan kamus kompetensi yang ada. Pelajari selengkapnya tentang kamus kompetensi DI SINI.

Kamus kompetensi sudah disusun sedemikian rupa sebagai arah dasar pelaksanaan training. Kompetensi mana yang perlu ditambah, perlu ditingkatkan. Adalah tidak wajar jika training dilakukan tidak didasari dengan kamus kompetensi.  

2. Masukkan dalam Kurikulum Training. 

Hasil dari TNA tidak semerta-merta dipakai untuk menyusun training, namun kerangka besarnya adalah kurikulum training. Ini merupakan pembelajaran setahun. Disebut kurikulum karena merupakan sebuah rangkaian yang disusun sedemikian rupa, berdasar, bertujuan dan terstruktur. 

Banyak perusahaan melakukan TNA kemudian langsung dibuat training di bulan depannya. Jadi terlihat sporadic, dan tidak ada koneksi antar training. Hal ini sungguh disayangkan karena setiap training terlihat berdiri sendiri-sendiri tanpa ada benang merah yang menghubungkannya. Segera akses TEMPLATE KURIKULUM TRAINING yang bisa Anda akses di HCA ONLINE MENTORING PROGRAM.

3. Sesuaikan dengan Target Perusahaan.

Bagaimanapun juga, peningkatan kompetensi adalah sebagai upaya untuk mencapai target perusahaan. Pertumbuhan dan pembelajaran yang dilakukan oleh perusahaan harusnya bermuara pada tercapainya target dan goals perusahaan.

Ketika sebuah perusahaan mempunyai target tertentu, maka berkorelasi pada kompetensi tertentu yang harus dimiliki oleh karyawan. TNA harus mengarah pada gap antara target perusahaan dan kompetensi karyawan. Hasil TNA yang tidak sesuai dengan target perusahaan, bisa diabaikan atau direview kembali untuk masa yang akan datang. 

4. Cek Kembali Key Performance Indicator (KPI).

KPI sebagai alat ukur sangat membantu dalam mengevaluasi kinerja dan efektifitas upaya pencapaian target. Oleh karenanya ukuran-ukurannya sangat kuantitatif. Indikator yang sudah ditentukan oleh perusahaan, wajib disupport dengan pengembangan kompetensi karyawan. Oleh karenanya hasil TNA wajib berkaitan atau seiring sejalan dengan indikator dalam KPI. 

Cek kembali apakah dalam KPI sudah ditentukan area pengembangan mana yang menjadi prioritas. Cara termudahnya dengan melihat bobot nilai dari aspek KPI. Kemudian periksa apakah hasil TNA selaras dengan aspek dengan bobot tertinggi atau malah tidak berkaitan sama sekali. Silakan akses Ebook KPI for Leader untuk membantu Anda merancang KPI untuk mengevaluasi kinerja dan merancang training Anda.

5. Tentukan Skala Prioritas. 

Banyak perusahaan melakukan training dan mengalokasikan dana yang cukup besar pada pengembangan sumber daya manusia. Sehingga setiap ada training, karyawan diikutkan.Tidak salah memang, namun kurang efisien.

Banyaknya tawaran-tawaran training, terkadang membuat management latah mengikutsertakan karyawannya untuk training. Banyaknya pilihan tersebut harus diikuti dengan kemampuan menentukan skala prioritas. Mana training yang wajib, prioritas utama dan mana yang perlu diabaikan terlebih dahulu. 

What’s Next.

HC Practitioner dan Professional Leader, belajar memang tidak ada batasnya. Mengikutkan karyawan untuk training adalah hal yang benar. Menyusun TNA adalah langkah awal. 

Oleh karenanya perlu langkah yang bijak, sehingga setiap keputusan untuk training dapat dipertanggungjawabkan. Bagaimanapun juga dana besar yang sudah dikeluarkan perusahaan harus sepadan dengan hasil yang diterima. 

Menggunakan TNA dengan tidak bijak akan menjerumuskan. Sulit membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Di sini peran human capital cukup vital. Jangan sampai hasil TNA menghadirkan sebuah training yang diinginkan, namun sebenarnya tidak dibutuhkan. 

Kami di Sinergia Consultant terbiasa mengalokasikan dana untuk pengembangan sumber daya manusia. Target trainingnya tentu menipiskan gap antara target dan kompetensi yang ada. Dengan kata lain adalah sesuai dengan kebutuhan, bukan keinginan.

Kami siap membantu anda memastikan training need analysis tepat sasaran, dan training yang dipilih akan mengembangkan sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Mari berdiskusi bersama kami di https://www.sinergiaconsultant.com/hubungikami

Let’s SMASH!

Edy Nugroho


Biasa dipanggil Nugie, adalah HR Expert dan mentor di bidang HR. Sekian lama menimba ilmu sebagai HR Practitioner di dunia hospitality dan aviation industry. Pengalamannya di berbagai pulau di tanah air, membawa pencerahan bahwa pengembangan bisnis tidak mungkin terpisah dari pengembangan sumber daya manusia.

Pencerahan itulah yang membuatnya memilih memfokuskan diri pada pendampingan HR di perusahaan-perusahaan.


Tags


You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked

{"email":"Email address invalid","url":"Website address invalid","required":"Required field missing"}
>