June 20, 2017

Bahayanya Kalau Ternyata Sistem HR Di Perusahaan Tidak Saling Berintegrasi

0  comments

Beberapa waktu yang lalu saya berkesempatan berdiskusi dengan seorang Pemilik Bisnis, yang mengikuti workshop Strategic Assessment & Development Management yang kami adakan, dan berlanjut dalam sebuah coaching clinic yang akhirnya mencerahkan klien kami, bahkan saya sebagai coach-nya.

Beliau menceritakan perjalanan membangun bisnisnya. Berawal dari 1 outlet sekitar 20 tahun lalu, berlanjut ke outlet lain dalam 10 tahun berikutnya. Sebuah perjuangan yang melelahkan sekaligus membahagiakan, bagi si Pemilik Bisnis ini. Hingga suatu saat, beberapa hal yang tampaknya baik-baik saja, ternyata merupakan sebuah ‘bom waktu’ yang meledak secara bertahap di 10 tahun berikutnya, hingga perjumpaan kami.

Singkatnya, beliau bercerita dengan nada penyesalan; Dari sejumlah outlet yang dimilikinya, saat ini hanya tinggal tersisa 1 outlet saja yang ia jaga dan kelola. Akhirnya Pemilik Bisnis ini sampai pada sebuah pertanyaan; “Apakah sebaiknya 1 outlet terakhir ini ditutup juga?”

Sebelum menjawab pertanyaan beliau, saya mencoba menggali lebih dalam, tentang apa saja yang sebenarnya terjadi selama hampir 20 tahun ini. Mulai dari proses pembentukan outlet baru, proses bisnisnya, peluang bisnis yang dijalankannya ke depan, dan pertanyaan terkait dengan pengelolaan bisnisnya selama ini.

Dari hasil diskusi dalam coaching clinic tersebut, saya mencoba merangkumnya dalam skema Human Capital ARTchitect yang biasa saya bagikan ke klien seperti berikut ini;

  1. Organizational Development Management
    Pada mulanya mendirikan bisnis, beliau sangat memiliki VISI yang jauh ke depan. Bagi saya yang mendengarkannya, dapat dikatakan, bahwa pemikiran beliau sudah sangat melampaui zamannya, saat itu. Beliau mengerti dengan jelas berbagai langkah demi langkah dalam menjalankan MISI-nya, dilandasi dengan visi yang telah dimiliki. Nilai-nilai yang ada pada dirinya selama hidup, diterapkan ke dalam perusahaannya
    Sempurna bukan? Ternyata, belum
    Pada suatu titik akhirnya Ia mulai menyadari bahwa semua gagasan tersebut hanya disimpan untuk dirinya sendiri. Ia tidak pernah menularkannya kepada anggota timnya. Sehingga banyak anggota tim, yang hingga saat ini tidak mengetahui MIMPI BESAR yang ada di perusahaannya.
    Demikian juga dengan struktur organisasi yang ada di setiap outletnya. Selama ini tidak ada jalan untuk mempersiapkan para leader yang ada, dengan baik. Sehingga saat dibutuhkan seorang leader, maka seorang staf pelaksana-lah yang akan diangkat untuk menjadi seorang leader. Jangan ditanya pula bagaimana dasar pengangkatannya, karena beliau juga sulit untuk menjelaskannya. Kemudian saya menangkap bahwa desain struktur organisasi tidak dipersiapkan secara matang, untuk kepetingan bisnis dalam jangka panjang.

    Tipikal bisnisnya merupakan bisnis yang padat karya, membutuhkan tenaga terampil dengan kompetensi yang bersifat spesifik. Dalam beberapa hal menjadi, cenderung kurang memiliki kompetensi umum yang dibutuhkan dalam sebuah organisasi, seperti misalnya; kepemimpinan, komunikasi, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
    Meski, hal ini sudah disadarinya, tetapi beliau masih bingung bagaimana meningkatkan kompetensi yang ada tersebut, sehingga mampu menjawab tantangan zaman dan kebutuhan organisasi yang semakin meningkat.
  2. Industrial Workforce Management
    Sehubungan dengan suasana kerja industrial yang idealnya terbangun harmonis, ternyata juga tidak berjalan dengan semestinya.
    Banyaknya peraturan internal perusahaan yang bertentangan dengan berbagai peraturan resmi pemerintah, akhirnya menimbulkan suasana kerja yang cenderung tidak nyaman, karena banyaknya anggota tim yang malah sibuk mencari dan membuat permasalahan. Bukannya fokus pada pencapaian performa kinerja yang baik.
    Masalah tidak berhenti sampai disitu, ternyata ketika harus berurusan dengan anggota tim secara personal pun, banyak juga urusan surat menyurat yang tidak terdokumentasi. Sehingga dalam banyak kasus menyulitkan proses penyelesaian status karyawan yang ada.
    Dari poin ini, saya mencoba menggali bagaimana sebenarnya pemahaman beliau terhadap berbagai ketentuan yang ada. Ternyata saya mendapati bahwa ada beberapa peraturan yang cukup krusial dalam hal ketenagakaerjaan, tidak dikuasai secara cermat. Menguasai konsep besar, tetapi kurang menguasai ketika berbicara detail aturan yang ada.
    Pemahaman yang minim inilah, menjadi sumber terbesar dalam membangun Industrial Workforce Management. Beliau bercerita pernah memiliki departemen HR yang cukup lengkap, mulai dari level Manager, Supervisor, Staff, dengan berbagai fungsi HR. Tetapi tentu itu semua tidak cukup. Keberanian anggota tim di departemen HR untuk mengungkapkan jenis pekerjaan HR yang ideal, tidak didapatinya. SDM pada posisi HR yang ada, cenderung mengikuti perintah dan kemauan beliau sebagai seorang bos atau Pemilik Bisnis. Sehingga ketika mengambil keputusan yang salah, tidak ada yang mengawal dan mencoba meluruskan keputusan yang ada. Masalahnya, proses tersebut terus berlanjut hingga saat ini.
  3. Compensation & Benefit Management
    Salah satu yang bertentangan dengan peraturan, adalah soal pengupahan. Dimana beliau masih memberikan upah "semau gue", tanpa memerhatikan bagaimana menyusun skema kompensasi dan benefit yang tepat dan menguntungkan kedua belah pihak.
    Upah yang diberikan secara mayoritas sudah melebihi Upah Minimum Regional (UMR) yang berlaku. Sayangnya, komponen yang ada cenderung tidak tepat, sehingga berakibat produktivitas yang seharusnya meningkat dengan sistem pengupahan yang ada, malah tidak terjadi. Anggota tim cenderung mengalami demotivasi, hingga berakibat pada standar kerja yang cenderung menurun dari waktu ke waktu.
    Skema insentif ataupun bonus yang ada, akhirnya disadari tidak cukup adil bagi sebagian karyawan. Mereka yang sudah bekerja secara optimal, cenderung disamakan dengan karyawan yang seharusnya biasa-biasa saja. Saya kembali bertanya, "apakah nilainya cukup baik?", lalu beliau menyebutkan angka yang hampir sepertiga dari UMR yang ada, diberikan kepada setiap karyawannya. Angka yang seharusnya cukup baik diterima oleh karyawan
  4. People Development Management
    Terkait dengan Penilaian Kinerja yang berjalan, beliau menceritakan tidak ada sistem yang baku. Hampir setiap beberapa tahun berubah, sesuai dengan kondisi dari Manager HR yang ada. Meski managernya hanya bertahan sekitar 2-3 tahun, dan yang terlama hanya sekitar 4 tahun.
    Perubahan yang ada inilah yang menyebabkan karyawan yang bertahan hingga saat ini menjadi bingung, tentang proses penilaian yang ada, dan bingung pula dalam mencapai sasaran kerja yang ada Beliau lalu bercerita pula tentang banyaknya pelatihan yang sudah dilakukan selama ini. Yang menurut kacamata saya sebagai seseorang yang terjun dalam bidang coaching dan training, cukup fantastis. Baik dari sisi jumlah pelatihan maupun biaya yang telah dikeluarkan. Sayangnya, semua yang telah diinvestasikannya tidak berdampak panjang. Selang beberapa hari atau minggu setelah pelatihan diadakan, tidak ada bekas yang kelihatan, seolah-olah tidak pernah mengikuti pelatihan tersebut.
    Sebuah kenyataan yang seringkali saya jumpai dari cerita beberapa klien saya, sebelum mereka mengikuti program yang kami adakan. Dugaan bahwa pelatihan yang diadakan cenderung secara sporadis, tidak terstruktur dengan baik dan dibuatkan kurikulum sebagai sebuah kesatuan pelatihan dan pembelajaran SDM, yang diamini juga oleh beliau.
  5. Employment Management
    Berlanjut ke sistem rekrutmen yang ada, beliau bercerita betapa sulitnya mencari karyawan. Kecenderungan untuk membutuhkan tenaga terampil yang sudah siap kerja, menjadi sebuah tantangan juga bagi bisnisnya yang berjalan. Berbagai metode yang sudah dilakukan ternyata juga belum memberikan hasil yang baik, hingga akhirnya outlet yang ada semakin kekurangan karyawan.
    Beliau juga menceritakan berbagai tes yang pernah dijalankan. Meskipun hanya secara umum saja, karena cenderung tidak memahami tes-tes yang ada secara khusus dan detail. Saat saya bertanya, apakah tes “A” dilakukan? Tes “B” dilakukan? Sambil terheran-heran beliau bertanya, bisa ya menggunakan tes seperti itu? Dalam pikirannya, tes yang cenderung terstandar dan baku merupakan pilihan tes yang ada, padahal dengan tes “A” atau “B” yang saya tanyakan juga memungkinkan untuk mendapatkan hasil yang sama baiknya dengan tes yang telah terstandar.
    Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Dengan adanya tes yang bersifat spesifik untuk perusahaan tertentu saja, maka hasilnya tentu saja akan bermakna jauh lebih dalam, karena mampu menggambarkan secara spesifik kemampuan yang dibutuhkan bagi perusahaan tersebut.

Diskusi yang semakin seru, berlanjut dengan menyatukan kepingan puzzle yang ada dari bagian-bagian HCA di atas. Beliau nampak antusias ketika menyadari ketika membereskan satu bagian tapi tidak membereskan bagian yang lainnya, ternyata tidak akan memberikan hasil yang optimal seperti yang sudah terjadi seperti sekarang.

Artinya, ketika semua bagian yang diuraikan sebelumnya dapat disiapkan secara menyeluruh, saling terkait satu sama lain, seperti sebuah roda gir yang saling berhubungan dan mempunyai efek saling memengaruhi, maka tentu saja hasil akhirnya akan berbeda.

Diakhir coaching clinic, saya bertanya untuk menjawab pertanyaan beliau yang semula, "Pak, jadinya mau ditutup atau ga outlet terakahir dan satu-satunya ini?"
Dengan wajah yang lebih bersemangat, beliau menjawab, "Tidak, saya akan membangun lagi semua outlet yang sudah tutup, tentu saja dengan cara sesuai diskusi kita ini".

Apakah Anda mengalami pengalaman yang sama atau memiliki pengalaman yang menarik? Yuk sharing bersama di Komunitas Human Capital Professional yang telah kami siapkan sebagai forum diskusi pengelolaan SDM​

Tipikal bisnis ini merupakan bisnis yang padat karya, membutuhkan tenaga terampil dengan kompetensi yang bersifat spesifik. Dalam beberapa hal menjadi, cenderung kurang memiliki kompetensi umum yang dibutuhkan dalam sebuah organisasi, seperti misalnya; kepemimpinan, komunikasi, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.


Tags


You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked

{"email":"Email address invalid","url":"Website address invalid","required":"Required field missing"}
>