July 31, 2017

5 Penyebab Sistem Human Capital Di Perusahaan Gagal

0  comments

Ketika pertama kali, sebuah perusahaan dating meminta pendampingan tim kami melalui program pendampingan yang intensif, seringkali para business owner menanyakan, seberapa kami menjajikan tingkat keberhasilan dari program tersebut? Atau apakah ada yang tidak berhasil? Jika tidak berhasil mengapa? Padahal, business owner telah menginvestasikan dana mereka untuk merubah sistem yang ada.

Nah,business owner danentrepreneur,sejujurnya, tidak semua klien yang saya dampingi dalam membangun sistem human capitalnya dapat berhasil. Ada juga beberapa diantara mereka membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat menerapkan sistem dan membangun budaya di perusahaan atau organisasinya. Hal ini jelas berbeda dengan mengaplikasikan sistem IT atau keuangan yang relatif lebih sederhana karena lebih menggunakan program/software sebagai alat bantu mereka. Anda dapat melakukan pembelian softwarelalu melakukan traininguntuk karyawan Anda, sehingga mereka dapat menerapkannya, dalam periode tertentu, Anda hanya cukup melakukan audit agar mengetahui program ini berjalan dengan baik atau tidak.

Namun dalam sistem Human Capital ARTchitect secara total berhubungan dengan manusia - yang kita paham benar berhadapan dengan 1.000 manusia berarti berhadapan dengan 1.000 karakter dan bisa jadi perlu 1.000 pendekatan yang berbeda pula. Maka, mengapa melakukan pembenahan sistem Human Capital ini tidak bisa dengan instan. Anda bisa dengan mudah meminta karyawan atau konsultan Anda membuat dokumen yang berhubungan dengan karyawan, tapi untuk menerapkannya, Anda perlu 1.000 macam cara.

Memang dibutuhkan sedikit kesabaran bahkan mungkin dalam beberapa kasus membutuhkan keajaiban untuk membangun organisasi yang berniat memperkaya jiwa manusia ini. Selama lebih dari 15 tahun berkecimpung dalam dunia human capital, seringkali kami pun menjumpai hal-hal dibawah ini yang menjadi faktor penyebab kegagalan organisasi membangun sistem human capitalnya:

#1

Tidak adanya PEMIMPIN yang JELAS

Mungkin Anda sebagai businessowner dianggap sebagai pemimpin mereka. Maka, di beberapa kasus yang sangat sering terjadi adalah, karyawan lama yang sebenarnya memiliki atasan, tetap merasa lebih nyaman bicara dengan Anda sebagai businessowner. Apakah Anda pernah mengalami kejadian yang serupa?

Bicara soal pemimpin, sesungguhnya sedang membicarakan salah satu fungsi dalam organizational development management, yaitu poin struktur organisasi. Bahkan tidak hanya terjadi antar karyawan, antar direksi, pemilik saham terkadang juga memiliki persepsi yang berbeda dalam proses kepemimpinan ini. 

Misalnya saja kasus di salah satu klien kami - sebuah bisnis keluarga dapat menjadi cerminan hal ini. Bisnis ini, dijalankan oleh kakak beradik sekandung. Kedua pimpinan ini sama-sama saling sungkan mengambil peran sebagai pemimpin utamanya. Si kakak memposisikan adiknya sebagai pimpinan utama. Sayangnya, si adik ini memiliki bisnis lain juga yang harus diperhatikan. Bisnis ini sudah berjalan 10 tahun. Sampai saat ini tidak mudah bagi mereka mau membangun budaya, karena bahkan kedua pimpinan yang ada belum memiliki visi yang sama. Si kakak yang sesungguhnya memiliki waktu dan fokus yang lebih besar justru tidak mengambil peran sebagai pimpinan utama.

Mengapa hal ini menjadi penting? Bisnis apapun adalah model kepemimpinan. Apa yang dilakukan oleh pemimpinnya, sangat mudah terduplikasi oleh tim yang berada di bawahnya. Anda dapat melihat banyak bisnis network marketingatau yang kita kenal sebagai multi-level marketing, yang tiba-tiba dapat jumlah luar biasa. Saya menyebut bisnis network marketingini sebagai bisnis kepemimpinan. Mereka membangun berbagai sistem edifikasi pada para pimpinan (up line). Sistem ini berhasil – setiap member baru diarahkan untuk mengikuti semua yang dilakukan oleh para up line. Di sisi lain, begitu up line atau mengalami penurunan momentum, maka satu kelompok di bawahnya – entah mengapa – juga tertular, mengalami hal yang sama.

Maka sebagai business owner, Anda bisa cek kembali struktur organisasi di perusahaan Anda. Apakah setiap posisi, sudah ada nama karyawan yang bertanggung jawab masing-masing? Termasuk di posisi tertinggi, apakah Anda juga sudah memiliki nama orang yang bertanggung jawab dengan jelas? Atau saat Anda belum memiliki struktur organisasi, Anda bisa mempelajarinya di HCA Membership Program.

#2

Tidak Ada Langkah Pertama untuk Menerapkan

Memang mudah mempelajari sesuatu dan menambah wacana. Namun menjadi tantangan bagi banyak orang untuk mewujudkannya menjadi sebuah langkah pertama. Barangkali tidak hanya di dalam perusahaan, untuk hal-hal lain yang sifatnya personal kehidupan Anda, Anda juga pernah kebingungan untuk mengambil sebuah langkah yang pertama. Namun kalau kita lihat, ada orang-orang tertentu yang dengan mudah bisa melakukan sesuatu yang baru. Apakah ini juga terkait dengan karakter pribadinya?

Jika Anda sudah mencoba Decision Making Inventory kami, Anda dapat mengenal tipe Matahari, Bulan, Bintang dan Bumi. Menurut saya, orang-orang dengan tipe Matahari ini memang lebih cepat bergerak. Parameter mereka adalah tindakan – mereka belajar melalui tindakan. Maka mereka akan mewujudkan hal-hal yang dipelajarinya melalui tindakan pula. Di beberapa perusahaan yang kami dampingi, mau-tidak-mau kami pun mengakui, bahwa orang dengan tipe matahari inilah yang seringkali membuat sebuah konsep menjadi terwujud. Memang tidak berarti tipe lain tidak bisa memulai langkah pertama. Namun matahari, ia bergerak lebih cepat dari yang lain untuk melangkah.

Jika kita melihat perusahaan besar yang inovatif, di dalamnya banyak sekali orang yang kreatif dan aktif. Mereka tidak takut salah – walaupun hanya sebuah langkah kecil yang sederhana, yang penting dilakukan. Simplifikasi. Ini adalah kata kunci untuk langkah pertama. Kita ambil contoh dari bisnis Starbucks – mereka adalah kelompok yang berusaha membuat perubahan besar dalam kehidupan masyarakat dengan berjuta cara sederhana. Momen-momen kecil seperti tersenyum ketika menyajikan minuman, menyapa setiap pelanggan dengan namanya, meracik minuman sesuai selera setiap pelanggan, menulis nama pelanggan di setiap cupyang mereka sajikan, juga menyediakan kursi yang nyaman untuk bersantai bersama teman. Maka, langkah pertama apa yang bisa Anda terapkan untuk karyawan di bisnis Anda?

#3

Tidak Konsisten

Seperti yang telah kami sampaikan, bahwa membangun budaya organisasi bukanlah hal yang instan. Apalagi sampai diterapkan dan mandarah-daging ke setiap karyawan Anda. Ini sama juga seperti kita membiasakan diri untuk berolah raga – berapa waktu yang Anda butuhkan untuk terbiasa bangun pagi dan keluar dari rumah untuk bergerak? Sulit bukan? Tapi mari lihat pula, mereka yang sudah terbiasa berolah raga, justru merasa tidak nyaman badannya jika tidak bergerak.

Hal pertama yang selalu kami anjurkan bagi business owneruntuk dapat berlatih dengan lebih konsisten adalah dengan mengadakan pertemuan (meeting). Sebuah organisasi yang berkembang akan bergerak dari pertemuan ke pertemuan. Dalam pertemuan, di situlah setiap karyawan dapat berjumpa dan berkomunikasi dengan lebih fokus. Bukan sambil lalu dan hanya saling menyapa. Seringkali pertemuan ini, terutama yang sifatnya rutin – menjadi turun skala prioritasnya saat jadwal pekerjaan meningkat. Begitu sekali pertemuan terlewatkan, seolah seluruh karyawan menjadi sepakat bahwa pertemuan ini adalah hal yang bisa ditoleransi. Kalau ada yang lebih penting, maka pertemuannya ditunda saja.

Hal ini dapat menjadi salah satu sumber masalah baru yang dapat berdampak pada area-area lain. Menjadwalkan dan menepati jadwal pertemuan adalah hal yang penting. Konsisten dan percaya pada prosesnya.

#4

Menjadi Pribadi "Di Bawah Garis

Ada kisah menarik yang selalu kami jadikan contoh dan mengingat kasus ini dari Starbucks. Irene adalah mantan guru yang berusia 70-an. Setiap hari, ia dan suaminya mengunjungi kedai Starbucks dengan pesanan yang sama: kopi dalam cangkir besar dan satu cangkir tambahan agar bisa dibagi. Mereka juga memesan satu kue dan dua garpu untuk dinikmati berdua. Pasangan tersebut menikmati kopi dan kue mereka, dan mereka akan berlama-lama duduk berbincang melewatkan waktu.

Hingga beberapa hari saat pasangan itu tidak lagi mengunjungi kedai Starbucks, maka si barista mengkhawatirkan mereka. Suatu hari ia berpapasan dengan Irene dan ternyata suami Irene telah meninggal karena serangan jantung. Si barista ini mengajak Irene untuk mampir kembali ke kedai. Irene mengatakan, “Saya tidak tahu harus pesan apa karena kami biasanya saling berbagi.” Maka si barista ini menjawab, “Begini saja, saya yang akan berbagi dengan Anda secangkir kopi dan kue ini dengan Anda hari ini. Kita bisa menikmatinya sambil mengobrol apa saja yang bisa membuatmu lega dan senang.” Maka si barista ini dan Irene duduk mendengarkan betapa Irene kehilangan suaminya. Keajaiban mulai terjadi. Beberapa hari kemudian, Irene datang kembali ke kedai dan bertanya apakah ia bisa memesan kopi dengan cangkir yang lebih kecil dan membawa pulang setengah dari kue yang dipesannya.

Bukan soal kopinya, musiknya, tempat duduknya, atau suasana santainya. Ini adalah bagaimana setiap karyawan di kedai itu terlatih untuk menjadi pribadi yang “di atas garis”, Perusahaan benar-benar membangun dan memfasilitasi setiap SDM-nya untuk bangga dan gembira pada setiap aspek pekerjaan mereka. Akhirnya bukan lagi soal dokumen yang perlu dimiliki perusahaan seperti SOP, KPI atau aturan-aturan lainnya – namun bagaimana menumbuhkan setiap pribadi untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan mampu melihat kesempatan untuk menjadi pribadi yang bisa berdampak pada lingkungan sekitarnya. Tentu – sekali lagi – ini bukan hal yang instan. Perlu role model, konsistensi dan komitmen kuat dari manajemen dalam hal ini.

#4

ToBe x ToDo

Saya yakin pertanyaan ini sungguh bukan pertanyaan yang menyenangkan untuk dijawab oleh business owner. Masalah mendasar dari membangun sistem Human Capital adalah bagaimanabusiness owner juga siap mengganti “topi”-nya sebagai Human Capital – yang lebih berfokus pada manusia atau dalam hal ini karyawan dengan cara yang tepat. Seringkali klien kami bertanya, “Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membuat sistem ini? Menyiapkan job description, key performance indicator, skala pengupahan, berbagai peraturan, kurikulum pengembangan SDM, dan sebagainya? – Ibu kan pasti sudah ada banyak referensi. Bisakah dalam 3 bulan?”

Memang bisa saja kami menggunakan referensi skema yang kami miliki. Namun hal itu ternyata belum cukup. Sistem sudah ada seharusnya tinggal dilakukan – “DO”. Namun memiliki identidas sebagai Human Capital Practitioner ini memerlukan waktu.

Kembali lagi pada pertanyaan yang sering kami tanyakan, “Apa nama departemen Anda?” HUMAN Capital Department – atau – HUMAN Resourse Department. Apapun nama departemen Anda, MANUSIA tetap menjadi isu utamanya. Maka berapa waktu yang kita habiskan untuk bekerja bersama tumpukan kertas dan laptop di dalam ruangan HR yang nyaman? Atau berapa waktu lamanya kita bekerja untuk berhubungan dengan manusia? Connect to people?

Ini justru menjadi tantangan utama setiap Business Owner– mengenal orang yang ada dalam organisasi, berbicara dengan mereka, membangun relasi yang positf dan inspiratf. Lihat pula bagaimana departemen HR atau HC Anda bergerak. Apakah justru kebanyakan hanya bekerja bersama dokumen dan konsep? Sistem memang perlu dimiliki dan dilakukan, namun membangun identitas diri sebagai departemen yang sungguh terkoneksi dengan manusia adalah tantangan sesungguhnya.

Maka bagi Anda yang membaca artikel ini, “Berapa persen waktu yang Anda gunakan untuk connect to people?

Sekali lagi, membangun sistem bukan hal yang instan. Menciptakan budaya organisasi bukan pekerjaan yang 1-2 semester selesai. Banyak detail yang harus kita perhatikan. Inilah pentingnya Anda mempunyai Coach/ Mentor. Seringkali karena kesibukan dan tidak fokus, maka hal-hal detail yang harus dilakukan secara konsisten menjadi terlewat. Coach/ Mentor Anda akan membantu untuk mengawal proses yang ada, mengingatkan, menjadi teman diskusi, juga menjadi kritikus yang membangun.

Bagaimana dengan upaya yang sudah Anda lakukan dalam membangun sistem Human Capital di organisasi Anda? Hubungi tim kami untuk dapat langsung berbagi dengan Program Consultant kami!

Let’s CONNECT!

Mengapa ini penting? Bisnis apapun adalah model kepemimpinan. Apa yang dilakukan oleh pemimpinnya, sangat mudah terduplikasi oleh tim yang berada di bawahnya


Tags

Business Owner


You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked

{"email":"Email address invalid","url":"Website address invalid","required":"Required field missing"}
>